Hak-hak Para Pihak yang Berhubungan dengan Peradilan

 

    1. Membuat Gugatan Bagi yang Buta Huruf

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 120 HIR dinyatakan bahwa “Hakim (Ketua Pengadilan) wajib mendengar uraian gugatan lisan yang disampaikan seorang penggugat yang buta aksara. Uraian lisan tersebut dicatat, kemudian disusun dalam bentuk gugatan atau permohonan."

    1. Pengarahan Tata Cara Izin Prodeo

Bagi masyarakat miskin, hukum acara membuka kemungkinan untuk berperkara secara prodeo atau tanpa biaya, yang diatur dalam Pasal 237-245 HIR.

    1. Penyempurnaan Surat Kuasa

Syarat formal keabsahan Surat Kuasa Khusus :

      • Harus berbentuk tertulis

- Dapat berupa akta di bawah tangan.
- Dapat berupa akta yang dibuat Panitera Pengadilan yang dilegalisir oleh Ketua Pengadilan.
- Dapat berupa akta otentik yang dibuat oleh Notaris.

      • Harus menyebut nama para pihak yang berperkara dan kompetensi realtif.
      • Harus menegaskan tentang hal yang disengketakan termasuk jenis dan obyek sengketa.
      • Merinci batas-batas tindakan yang dapat dilakukan penerima kuasa.

 

    1. Perbaikan Surat Gugatan

Banyak cacat formasi yang dapat menyebabkan suatu surat gugatan atau permohonan tidak sempurna, misal obscuur libel, error in persona, atau dari sudut kewenangan relatif atau absolut. Sepanjang perbaikan yang dianjurkan menyangkut masalah formal, hal tersebut masih dianggap dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang. Kecuali perbaikan yang mengandung perubahan materiil atau pokok perkara, sudah dianggap di luar batas kewenangan pemberian bantuan.

    1. Penjelasan Alat Bukti yang Sah

Penjelasan kepada para pihak yang berperkara mengenai apa saja yang dapat diajukan sebagai alat bukti yang sah, dianggap masih dalam batas fungsi kewenangan aktif memberi bantuan. Misal penjelasan tentang saksi, sangat penting dijelaskan hakim agar saksi yang diajukan efektif, sehingga para pihak berperkara dalam proses pemeriksaan terrhindar dari pemborosan biaya dan waktu. Syarat formil dan materiil sebagai saksi harus dipenuhi, sehingga tidak terjerumus untuk hanya menampilkan saksi yang bersifat testimonium de auditu, yang sama sekali tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah.

    1. Penjelasan Cara Mengajukan Bantahan dan Jawaban

Terutama seluk beluk mengenai eksepsi yang ditentukan dalam Pasal 136 HIR, hal tersebut perlu dijelaskan oleh hakim, termasuk penjelasan tentang akibat ketidakhadiran dalam persidangan berikutnya yang bisa berakibat pemeriksaan dilanjutkan terus tanpa bantahan dari pihak yang tidak hadir.

    1. Bantuan Upaya Hukum

Banyak orang awam dalam masalah hukum dan miskin dalam pembiayaan sehingga tidak sanggup membayar jasa penasihat hukum. Misal bantuan dalam pembuatan surat gugatan yang murni data digali dari Pemohon dan bukan rumusan pejabat pengadilan. Dalam hal banding atau kasasi juga perlu dijelaskan batas waktu/tenggang pengajuan perkara, serta pentingnya memori kasasi dalam pengajuan perkara kasasi. Terhadap pemohon kasasi yang buta hukum, pengadilan dapat memberi bantuan merumuskan secara singkat alasan memori yang disampaikan oleh pemohon, sehingga sebagai Warga Negara Indonesia mereka tetap mendapatkan pelayananan hukum secara maksimal tanpa pengecualian.

Hak Pelapor dan Terlapor

 

Berdasarkan SK Ketua Mahkamah Agung RI No. 76/KMA/SK/VI/2009 :


Hak Pelapor :

  • Mendapatkan perlindungan kerahasian identitas.
  • Mendapatkan kesempatan untuk memberikan keterangan secara bebas tanpa paksaan dari pihak manapun.
  • Mendapatkan informasi mengenai tahapan laporan pengaduan yang didaftarkan.
  • Mendapatkan perlakukan yang sama dan setara dengan Terlapor dalam pemeriksaan.


Hak Terlapor :

  • Membuktikan bahwa ia tidak bersalah dengan mengajukan saksi dan alat bukti lain.
  • Meminta berita acara pemeriksaan (BAP) dirinya


Hak Institusi Pemeriksa :

  • Merahasiakan kesimpulan dan hasil rekomendasi Laporan Hasil Pemeriksaan kepada pihak Terlapor, Pelapor dan pihak-pihak lain selain kepda Pejabat yang berwenang mengambil keputusan.
  • Menentukan jangka waktu yang memadai untuk menangani suatu pengaduan berdasarkan tingkat kesulitan penganganan dalam hal jangka waktu yang ditetapkan dalam pedoman ini terlampaui.

 

 

Hak Atas Biaya Perkara Cuma-cuma (Prodeo)

 

Berdasarkan SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Bantuan Hukum, dinyatakan bahwa prodeo adalah proses berperkara di pengadilan secara cuma-cuma dengan dibiayai negara melalui DIPA pengadilan. Yang berhak mengajukan gugatan / permohonan berperkara secara cuma-cuma (prodeo) adalah masyarakat yang tidak mampu (miskin) secara ekonomis, dengan syarat melampirkan :

  1. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa / Lurah / Banjar / Nagari / Gampong yang menyatakan bahwa benar yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya perkara, atau
  2. Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) / Jamkesda / Askeskin / Gakin, Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), atau Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Semua perkara perdata yang menjadi kewenangan peradilan umum (Pengadilan Negeri) pada dasarnya dapat dimohonkan prodeo, seperti :

  • Gugatan cerai.
  • Gugatan hutang-piutang.
  • Gugatan tanah.
  • Permohonan penetapan pengakuan anak di luar perkawinan.
  • Permohonan pengangkatan anak.

Permohonan berperkara secara prodeo hanya berlaku untuk 1 tingkat peradilan. Jika Pemohon / Penggugat mengajukan banding atau kasasi maka Pemohon / Penggugat harus mengajukan permohonan baru untuk berperkara secara prodeo pada tingkat banding atau kasasi.

Pemohon / Penggugat berhak mendapatkan semua jenis pelayanan secara cuma-cuma yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara prodeonya dari awal sampai akhir.

Pemohon / Penggugat dapat mengurus Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dengan cara datang ke Kelurahan / Desa dengan membawa :

  1. Surat Pengantar dari RT / RW.
  2. Kartu Keluarga (KK).
  3. Kartu Tanda Penduduk (KTP)

 

Langkah-Langkah Mengajukan Permohonan Prodeo

  1. Datang ke kantor Pengadilan Negeri setempat.
    • Datang ke Pengadilan Negeri dan menemui bagian pendaftaran perkara.
    • Membuat surat permohonan / gugatan untuk berperkara yang didalamnya tercantum pengajuan berperkara secara prodeo dengan mencantumkan alasan-alasannya.
    • Surat permohonan dapat dibuat sendiri (lihat Panduan Pengajuan Itsbat / Pengesahan Nikah atau Panduan Pengajuan Gugatan Cerai di Pengadilan Negeri). Apabila Anda tidak dapat membuatnya, Anda dapat meminta bantuan kepada Pos Bantuan Hukum (Pos Bakum) pada pengadilan setempat jika sudah tersedia.
    • Jika anda tidak dapat menulis (buta huruf), surat permohonan / gugatan dapat diajukan secara lisan dengan menghadap kepada Ketua Pengadilan setempat.
    • Melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
  2. Menunggu panggilan sidang dari pengadilan.
    • Pengadilan akan mengirim Surat Panggilan yang berisi tanggal dan tempat sidang kepada Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon secara langsung ke alamat yang tertera dalam surat permohonan / gugatan.
  3. Menghadiri Persidangan.
    • Datang ke Pengadilan sesuai dengan tanggal dan waktu yang tertera dalam surat panggilan. Upayakan untuk datang tepat waktu dan jangan terlambat.
    • Setelah para pihak datang, maka hakim akan memeriksa permohonan prodeo. Hakim akan memeriksa bukti untuk menilai ketidakmampuan pemohon. Pihak tergugat diberi kesempatan untuk membuktikan tentang kebenaran ketidakmampuan pengugat.
    • Pemohon / Penggugat mengajukan surat bukti seperti SKTM (dan jika mempunyai dokumen lain seperti Jamkesmas / Jamkesda / Askeskin / Gakin dapat dilampirkan). Terkadang juga diperlukan dua orang saksi (jika Hakim memerlukannya). Saksi adalah orang yang mengetahui alasan-alasan permohonan prodeo, misalnya keluarga, tetangga, teman dekat, aparat desa, dll.
  4. Pengambilan keputusan untuk berperkara secara prodeo.
    • Jika memenuhi syarat maka diberikan penetapan ijin berperkara secara prodeo.
    • Jika ternyata pemohon orang yang mampu maka diberikan penetapan tidak dapat berperkara secara prodeo. Maka pemohon harus membayar biaya seperti layaknya berperkara secara umum.
  5. Proses persidangan perkara.
    • Proses persidangan dilakukan sesuai dengan perkara yang diajukan berdasarkan tahapan-tahapan yang ditetapkan dalam hukum acara sampai adanya putusan pengadilan.

 

 

Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Bantuan Hukum

Lampiran A - Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 10 Tahun 2010

Lampiran B - Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 10 Tahun 2010

 

 

Hak-hak Pokok Dalam Proses Persidangan

 

Berdasarkan SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 Pasal 6 ayat 1 huruf c, hak-hak utama pencari keadilan :

  1. Berhak memperoleh Bantuan Hukum.
  2. Berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh Penuntut Umum.
  3. Berhak segera diadili oleh Pengadilan.
  4. Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan.
  5. Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang dimengerti olehnya.
  6. Berhak memberikan keterangan secara bebas di hadapan hakim.
  7. Berhak mendapatkan bantuan juru bahasa / penerjemah jika tidak paham bahasa Indonesia.
  8. Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.
  9. Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
  10. Bagi orang asing berhak menghubungi / berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses persidangan.
  11. Berhak menghubungi / menerima kunjungan dokter pribadinya dalam hal terdakwa ditahan.
  12. Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang.
  13. Berhak menghubungi / menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum.
  14. Berhak menghubungi / menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan perkaranya untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya.
  15. Berhak mengirim / menerima surat ke / dari Penasehat hukumnya atau keluarganya setiap kali diperlukan olehnya.
  16. Berhak menghubungi / menerima kunjungan rohaniawan.
  17. Berhak diadili dalam sidang yang terbuka untuk umum.
  18. Berhak untuk mengajukan saksi atau saksi ahli yang menguntungkan bagi dirinya.
  19. Berhak segera menerima atau menolak putusan.
  20. Berhak minta banding atas putusan pengadilan, dalam waktu yang ditentukan undang-undang, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum, dan putusan dalam acara cepat.
  21. Berhak untuk mencabut atas pernyataanya menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
  22. Berhak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
  23. Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP.

 

 

Hak Mendapat Bantuan Hukum

 

Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 1 (1) dinyatakan bahwa Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri yang menghadapi masalah hukum. Sedangkan dalam SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, Pasal 27 dinyatakan bahwa yang berhak mendapatkan jasa dari Pos Bantuan Hukum adalah orang yang tidak mampu membayar jasa advokat terutama perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bantuan hukum tersebut meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum, yang bertujuan untuk :

  1. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan.
  2. Mewujudkan hak konstitusional semuaa warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan didalam hukum.
  3. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Indonesia.
  4. Mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 25 SEMA No 10 Tahun 2010 menyatakan bahwa jasa Bantuan Hukum yang dapat diberikan oleh Pos Bantuan Hukum berupa pemberian informasi, konsultasi, dan nasihat serta penyediaan Advokat pendamping secara cuma-cuma untuk membela kepentingan Tersangka/Terdakwa dalam hal Terdakwa tidak mampu membiayai sendiri penasihat hukumnya.



Hak dan Kewajiban Penerima Bantuan Hukum

  1. Penerima Bantuan Hukum berhak :
    • Mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa.
    • Mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan hukum dan/atau Kode Etik Advokat.
    • Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Penerima Bantuan Hukum wajib :
    • Menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara benar kepada Pemberi Bantuan Hukum.
    • Membantu kelancaran pemberian Bantuan Hukum.